Lompat ke isi utama

Berita

Refleksi Penangangan Pelanggaran 2020: Efek Jera, Putusan Politik Uang dan Protokol Kesehatan

tuban.bawaslu.go.id - Sepanjang pilkada 2020, Bawaslu se-Jawa Timur telah memproses 624 pelanggaran pilkada, Data ini masih bisa bertambah karena tahapan Pemilihan belum selesai sampai dilantiknya Kepala Daerah terpilih. Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Jatim, Muh Ikhwanudin Alfianto merefleksikan bahwa proses penanganan yang dilakukan jajarannya dapat memberikan efek jera.

“Pertama dapat memberikan efek jera. Misalnya netralitas Aparatur Sipil Negara. Mereka, para ASN yang diproses oleh Bawaslu lalu diteruskan ke Komisi ASN (KASN) hingga turun rekomendasi sanksinya dapat memberi efek jera bagi ASN lain. Artinya bisa mencegah ASN lain untuk melakukan pelanggaran serupa karena mereka mengetahui bahwa perbuatan yang dikira sepele ternyata diberikan sanksi oleh KASN,” terangnya.

Refleksi selanjutnya perihal putusan tentang politik uang. Dalam catatan ikhwan sejak Pilkada digelar tahun 2005 di Jatim, belum ada putusan pelanggaran tindak pidana politik uang. Tetapi tahun 2020, terdapat 2 putusan politik uang. “Ini sejarah, ada putusan pidana politik uang di Jatim dan membuktikan bahwa jajaran Bawaslu fokus dalam menangani pelanggaran tindak pidana politik uang. Di Jember sudah ada putusan yaitu 3 tahun penjara dan denda 200  juta serta di Kabupaten Malang putusan 1 tahun percobaan,” tambah Ikhwan.

Pada sisi lain, Ikhwan juga merefleksikan tentang penegakan protokol kesehatan. Pria asal Ponorogo ini melihat tahun 2020 menjadikan Pilkada pertama sepanjang sejarah dilangsungkan saat pandemi. “Bawaslu mendapat tambahan tugas untuk mengawasi secara ketat protokol kesehatan. Tentu ini bukan tugas yang mudah. Tetapi komitmen kita semua akhirnya pilkada berjalan aman dan sehat. Tidak ada kluster baru. Ada 406 kegiatan kampanye yang dianggap melanggar, kami terbitkan surat peringatan tertulis dan puluhan yang kami bubarkan,” tambahnya.

Tidak hanya itu, Ikhwan menuturkan pihaknya juga memproses jajaran penyelenggara pilkada yang diduga melanggar kode etik. Setidaknya ada 10 penyelenggara ad hoc yang telah diproses. “Bawaslu juga serius menangani pelanggaran kode etik penyelenggara. Misalnya di Kabupaten Kediri pernah ada Panitia Pemungutan Suara (PPS) yang bagi-bagi masker pasangan calon. Kemudian direkomendasikan kepada KPU Kabupaten Kediri untuk diproses lebih lanjut dan akhirnya mendapatkan sanksi,” tuturnya.

Pun demikian, Bawaslu se-Jatim menurut Ikhwan telah memproses 398 pelanggaran administrasi. Baik itu pelanggaran terkait Alat Peraga Kampenye (APK) dan pelanggaran Administrasi Non APK (terkait data pemilih, proses pemungutan dan penghitungan suara dan lain-lain). “Ada 398 pelanggaran administrasi sepanjang 2020. Artinya ini merupakan jenis pelanggaran paling banyak yang diproses oleh Bawaslu Kab/Kota se-Jatim,” tuturnya.

Dalam catatan Ikhwan, di tahun 2020 ini, dari 19 Kabupaten/Kota, terdapat beberapa daerah dengan temuan dan laporan terbanyak. “Temuan terbanyak di Pacitan (91), Tuban (74) dan Gresik (64). Sementara untuk laporan paling banyak di Surabaya, yaitu ada 28 laporan dan 12 Temuan. Selanjutnya di Ponorogo 23 laporan dan 9 Temuan. Dan ketiga di Kabupaten Malang dg 17 laporan dan 12 temuan. Jumlah laporan yang lebih banyak daripada temuan ini membuktikan bahwa partisipasi masyarakat untuk mengawal demokrasi semakin meningkat,” pungkas Ikhwan.

Sumber : Laman Bawaslu Jatim.

Tag
Berita
Pengawasan
Pilkada 2020
Publikasi